Sabtu, 07 Januari 2012

Syurga Hati


“ Aku akan berdamai dengan diriku sendiri.”
- Terinspirasi dari kata-kata seorang teman  (Nur Asmawati) itu, juga dikarenakan banyaknya teman-teman yang senang berlatih mengenai keikhlasan, membuatku ingin menulis suatu dialog singkat. Oleh karena itu, jika ada yang merasa tidak puas atau merasa janggal dengan cerita yang saya buat di bawah, mohon dimaklum. Itu hanyalah sebuah pemikiran.
Jika berbeda pendapat “ DIPERBOLEHKAN”

SYURGA HATI
Oleh : Ani Nh Fazia

Sore itu di sebuah rumah yang mungil, seorang anak kecil berusia 10 tahun bersama ibunya tengah duduk di teras rumah.
 “Bunda, maukah kau menjelaskan sesuatu hal untukku?” tiba-tiba saja sang anak melontarkan sebuah pertanyaan ringan kepada sang ibu.
“Apa itu?” tanya sang ibu menyelidik.
“Seperti apakah syurga itu?” jawab sang anak.
Si ibu berfikir sebentar. “Syurga seperti apa yang hendak kau tanyakan anakku? Syurga yang diceritakan dalam al-Quran, syurga duniawi atau syurga apa yang ingin kau ketahui dari Bunda?”
“Terserah Bunda saja. Yang penting syurga.” Jawab anaknya dengan polos.
“ Untuk apa kau menanyakan itu wahai anakku?
“ Aku hanya ingin menjadi anak yang lebih baik Bunda. Itu saja. Kalau aku tahu mengenai syurga, mungkin aku bisa menjadi anak yang lebih baik lagi dari sekarang.”
Sang Ibu tersenyum sembari berkata,” Kemarilah anakku, Akan bunda ceritakan mengenai syurga hati.”
“Syurga hati?  Apa itu?”
“Syurga hati adalah syurga yang dapat dimiliki setiap orang. Sebuah syurga dimana hati mampu mengikhlaskan sesuatu hal tanpa belenggu.”
“Mengikhlaskan, Bun? Caranya?”
Sang ibu kembali menjawab. “ Mulailah berdamai dengan dirimu sendiri.”
Si anak mengernyitkan dahinya, ia tak mengerti kata-kata ibunya. “ Memang seperti apa berdamai dengan diri sendiri itu, Bun?”
“ Saat pikiranmu sejalan dengan hatimu.“  Sang ibu menunjuk kearah kepala anaknya kemudian mengayunkan tangannya dan meletakannya pada dada anaknya. “Dan saat hatimu terbebas dari tekanan, dari situlah kau akan menemukan ikhlas. Karena ikhlas itu bukanlah ucapan bibir melainkan ucapan hati.” Lanjutnya lagi.
Sang anak masih tidak mengerti.
 Si ibu kemudian bertanya kepada anaknya, “ Apa kau menyayangi Bunda sayang?”
“Tentu Bunda, aku sangat menyayangi Bunda’” jawab si Anak.
“Meskipun bunda tidak punya uang, meskipun kita hidup kekurangan, meskipun bunda sering marah.  Apa kau masih menyayangi bunda?”
“ Ya Bunda, aku akan tetap menyayangi Bunda.“
Dengan tersenyum sang Ibu berkata, “ Nah, seperti itulah ikhlas. Menyayangi tanpa syarat, merelakan tanpa beban.
Semoga engkau mengerti anakku.”
 Sang anak meraih tangan ibunya kemudian mendekap erat dalam pelukannya. Ia berbisik pelan ditelinga ibunya. “ Ya Bunda, aku ikhlas menyayangi Bunda karena Bunda adalah syurga hatiku.”
Sang ibu menangis haru dan kembali mendekap anaknya.
Dengan rasa penasaran yang masih besar, sang anak kembali bertanya. “ Lalu, bagaimana cara kita melatih ikhlas, Bunda?”
“ Biasakanlah dirimu untuk senang berbagi, “ jawab sang Ibu dengan sabar. “Jika hal itu dapat kau lakukan, maka sesungguhnya kau telah memiliki syurga di hatimu.”
Si anak mengangguk-anggukan kepalanya kemudian merogoh saku roknya. Diambilnya beberapa permen dari dalam sakunya. Ia memeberikan permen-permen itu kepada ibunya sembari berkata, ” Seharusnya ini yang aku lakukan dari tadi. Iyakan, Bun? Berbagi?”
“Iya sayang.” Ibunya tertawa geli.  
Ia mengecup kening putrinya dengan lembut sambil berkata, “ Dan ciuman ini yang seharusnya bunda lakukan dari tadi.” Sang anak tertawa manis, meskipun ia tak terlalu paham dengan kata-kata ibunya, tapi setidaknya ia sudah merasa terpuaskan dengan jawaban  sang ibu.  

Pasti anda bertanya-tanya apa hubungannya ikhlas dan berbagi?  .,, Tentu saja ada hubungannya. Silakan dicari sendiri jawabannya. Bagi yang sudah tahu, boleh dishare juga.

Gelisah dot Com


Oleh: Ani Nh Fazia
Gelisah dot com
“Mintalah PadaKU maka AKU akan mengabulkannya.”  Begitu janji Allah.
Aku tahu itu ya Rabb, tapi bukan aku tak percaya. Hanya saja, kenyataan kadang berbeda dari sebuah harapan. 

Tentu Engkau lebih tahu apa yang terbaik bagi hambaMU, maka tak semua permohonan terkabul, karena baik menurutku belum tentu baik menurutMU.

Aku yakin dengan segala ketetapanMU, hanya saja terkadang aku tak yakin dengan diriku,,,, Lalu apa yang mesti aku lakukan? 

Kucoba untuk mengerti, kucoba untuk pahami, kucoba untuk tenangkan diri ini meski gelisah tak kunjung reda. Dengan segala problematika yang tak henti bermunculan.
Mencoba peka dengan keadaan, mencoba netral dengan segala kondisi, mencoba semangat dengan segala tekanan, mencoba berusaha dengan segala ketidakpastian.,,

Sedih ini adalah proses perbaikan diri, kecewa ini adalah langkah pendewasaan diri, kesal ini adalah jalan pengaturan emosi, dan bahagia ini adalah bukti kesyukuran diri.

Namun, diri ini tetaplah seorang manusia dengan segala kekurangan dan keterbatasan. Maka, semoga tiada prasangka dalam diri.

Entahlah definisai naïf itu seperti apa,, tapi hal itu lebih baik untuk menuju husnudzon dari pada prasangka yang akan membawa dengki.

Terkenang kata-kata ustadz Aam Amirudin. “Lebih baik kita mengira seseorang itu baik padahal tidak baik, dari pada mengira orang itu tidak baik padahal dia baik.” 

Semoga pula tiada rasa malas bagi perbaikan diri. Aamiin