Jumat, 10 Januari 2014

SUGESTI- SAYUR


Oleh: Ani Nh Fazia


10 Januari 2014 pukul 18:35

PARE
Pagi ini ketika menaiki loteng rumah, mataku menangkap sesuatu yang hijau di sana. Setelah sebelumnya tumbuh tiga buah strawberry di pot, sekarang giliran pare. Ingat pare ingat masa lalu. 

Dulu, waktu saya masih kecil, saya sangat anti terhadap makanan yang satu ini. Rasanya teramat pahit.

Ibu tentu tahu bahwa saya tak suka pare. Akan tetapi, dulu beliau begitu senang memasak sayuran ini. Entah sengaja agar aku terbiasa atau memang ibu benar-benar menyukainya. Akhirnya, telor dan kecap menjadi teman nasi alternatif.

Sehari, dua hari, tiga hari, ah tidak,  rasanya sering sekali ibu memasakkan pare untuk kami.

Lelah karena harus mencari alternatif teman nasi, penasaran juga mencicipi pare. 

Awalnya tentu tidak kuat, berkali-kali memuntahkan makanan tersebut karena rasanya yang pahit. Lama kelamaan tentu ada kemajuan.

Dan lihatlah sekarang, sampai saat ini. Pare yang dulu sangat dijauhi malah menjadi salah satu masakan favorit saya. Apalagi jika ditambah ebi kering. Nikmat...


BAYAM
Sama seperti pare, sangat tidak suka dengan rasa bayam yang aneh. Bagi kalian yang pernah melihat film POPEYE, pasti akan kenal dengan bayam atau "SPINACH"

Film inilah yang mempengaruhi diri saya untuk menyukai bayam. Bukan penasaran, tetapi terismei dengan manfaat  yang dihasilkan dari sang bayam.


TERONG, PEPAYA, WORTEL MATANG
Banyak sekali makanan yang dulu saya hindari. Terong dengan rasanya yang kesat. Pepaya yang benyek dan bau. Dan tahukah Anda, rasa wortel mentah itu sangat enak. Sehingga, wortel yang sudah dimasak/ matang akan jauh berbeda, tidak manis lagi, tidak keras, dan tidak ada keinginin untuk menyantapnya kembali. 


Sekarang, lupakan tentang semua sayuran atau buah yang tidak disukai. Sayuran atau buah yang saya sebutkan di atas mempunyai manfaatnya masing-masing dan enak untuk dikonsumsi.

Untuk apa saya menuliskan semua ini ?
Sebenarnya, saya hanya ingin memberikan gambaran. Rasa tidak suka kita terhadap sayuran, buah, atau makanan apa pun, sebetulnya adalah hasil dari sugesti diri kita sendiri. Hasil dari penciptaan kita yang membuat lebel pada otak. "TIDAK SUKA"

Diterima baik oleh otak dan akhirnya menjadi kebiasaan untuk tidak menyukainya.

Jika kita paksakan, rasakan, dan biasakan, lama-lama tak akan ada lagi pantangan. Apalagi kesemuanya itu mengandung vitamin dan gizi yang baik bagi tubuh.

Jadi, kenapa tidak dicoba? Selama menyehatkan :)

                                                                                                                               8 Januari 2012

Kamis, 09 Januari 2014

Kebenaran yang Samar

Oleh : Ani Nh Fazia

09 Januari 2014 pukul 17:41
Pelajaran kehidupan beberapa hari lalu.

Kebenaran tak selalu jelas, ia akan terlihat samar. Karena benar menurut kita akan berbeda versi menurut orang lain. Seperti hari itu. Mata tak akan bisa melihat, dan telinga tak akan selalu bisa mendengar apabila terhalang hasud.

Hati yang tenang akan bertanya, " Benarkah begitu?" Dan otak yang berfikir akan mencari bukti. Setelah itu barulah kebenaran itu terlihat dan terasa.

Hal tersebut berdasarkan suatu kisah. Menceritakan tentang seseorang yang begitu dicurigai beberapa temannya. Tak ada seorang pun yang percaya apalagi simpati dengannya. Dimata semua orang dia adalah seseorang bermuka dua. Seseorang yang selalu berbohong dan menebar fitnah.

Ada sisi lain yang hilang di sini. Salah paham dan kurang komunikasi. Mudahnya orang berkesimpulan salah, dan banyaknya bicara yang membuat orang lain terpengaruh.

Saat itu saya cukup menjadi pendengar, tanpa komentar, tanpa argumen, tanpa ikut berbicara. Datar. Sedikit egois, saya berkata dalam diri saya. "Itu bukan urusan saya, saya tak terlalu kenal, dan buat apa mempedulikan aib orang."

Meski tidak ingin mendengar, tetap saja berita dari kanan kiri mengharuskan telinga ini mendengar. Dari kanan kiri, akhirnya dapatlah suatu kesimpulan.

Tak ada asap jika tak ada api. Pada akhirnya, orang tersebut menjadi korban dari perilakunya sendiri. Orang tersebut memang tidak salah dalam hal tersebut. Tapi perilakunya yang kurang baik, membuat orang menjadi beranggapan salah.

Orang-orang disekitarnya, hanya menyimpulkan apa yang mereka dengar dan lihat secara kasat mata.

Menghakimi bukanlah cara yang bijak. Permasalahan apa, tentu tak akan diperpanjang di catatan ini.

Tulisan di sini hanya sebuah ungkapan, bahwa apa pun yang terjadi pada diri kita atau orang lain, mata atau pun telinga tak akan cukup untuk berasumsi.

Sekecil apa pun tindakan kita, semua akan kembali. Siapa yang menanam, dia yang akan menuai.

Sehingga hati dan akal sangatlah diperlukan untuk mencerna berita yang masuk. Hati untuk bertanya. Akal untuk berfikir. Hingga bukti itu terlihat jelas. Hingga tak ada fitnah yang mampir, atau menjadi salah paham yang tak akan pernah terungkap.

Berkesimpulan salah, hanya akan membuat penyakit hati. Hati yang sakit, akan terbungkus hitam. Pada akhirnya sulit menerima obat yang ditawarkan.

Nb: Kejujuran adalah sebenar-benarnya kebenaran, tanpa samar, tanpa cacat. Sedang kebenaran akan berbeda versi tergantung cara pandang orang. 


                                                                                                                                             9 januari 2014