Senin, 14 April 2014

Totto- Chan’s Children (Goodwill Journey to the Children of the World)


Dirangkum Dan Disimpulkan Oleh:

Ani Nh Fazia

Bagi Kalian Yang Tidak Sempat Membaca Bukunya, Silakan Dibaca Rangkumannya..


Totto- Chan’s Children (Goodwill Journey to the Children of the World)
Anak-Anak Totto-Chan (Perjalanan Kemanusiaan Untuk Anak-Anak Dunia)


Apa yang Anda pikirkan ketika mendengan kata Totto-Chan?
Sebagian orang tentu mengetahui cerita tentang totto-chan ini, gadis cilik di jendela. Di Selasar Timur Mesjid Salman tercinta kita akan bersama-sama menelusuri kelanjutan kisah totto-chan ini dalam buku keduanya. Kenapa harus totto-chan yang diambil, kenapa bukan kisah lain? Alasannya simple. Karena buku ini bercerita tentang anak.

Cerita ini terdiri dari 13 BAB, jadi persiapkan diri anda untuk konsisten dalam membaca. Cerita di bawah ini telah saya singkat, mohon maaf apabila ada kata yang mengalami perubahan. Marilah kita bersama-sama membaca, mendengar, kemudian berdiskusi mengenai cerita-ceria yang menginspirasi ini. Selamat membaca.

BAB 1 : TANZANIA daerah Afrika (25-52)
Cerita ini dimulai dari perjalanan Miss Kuroyanagi yang bernama kecil totto-chan sebagai Duta kemanusiaan UNICEF menuju Tanzania. Kota Tanzanaia merupakan kota yang mengalami kekeringan parah sejak tahun 1981. Setiap hari, kira-kira enam ratus anak di bawah usia lima tahun meninggal akibat kelapara dan penyakit. Awalnya ia menganggap bahwa berita-berita kelaparan di Tanzania adalah berita biasa, karena ia pun pernah menderita kelaparan sehingga tubuhnya tertutupi koreng.

Akan tetapi pemandangan yang dilihatnya di sana, jauh dari bayangannya. Kelaparan yang terjadi tidak hanya menyerang tubuh, tetapi membuat kerusakan otak yang tidak bisa disembuhkan. Tubuh anak-anak itu lemas, bahkan hanya untuk menangis atau berkat-kata tidak dapat mereka lakukan. Orang dewasa meninggal, sambil mengerang, mengeluhkan rasa sakit mereka, tapi anak-anak hanya diam. Mereka mati dalam kebisuan, memercayai orang-orang dewasa.  Bayi dalam gendongan menangis, tapi tanpa suara, mereka tak punya cukup tenaga untuk menangis, bahkan untuk mengusir lalat yang menggerumuti tubuh mereka.

Ada yang menarik dari kota ini, meski pun dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang mereka miliki, tetapi anak-anak itu mempunyai kebaikan hati luar biasa. Ditengah kekeringan air, mereka masih dapat berbagi air dan membiarkan anak yang paling kecil untuk mengambil air terlebih dahulu secara bergantian. Dan tahukan Anda, air seperti apa yang mereka minum?? Air itu adalah air  berlumpur yang telah digali dengan tangan mereka sendiri. Tetapi mereka senang meminumi air-air tersebut tanpa rasa takut penyakit atau jijik karena kotor. (gbr. hal.  36)

Dari sinilah Dr. Sanghali dan Kuroyanagi membuat rencana untuk membawa air yang murni dari Gunung Kilimanjaro, salju cair yang bebas polusi, kepada anak-anak, untuk mereka minum. Air akan dialirkan lewat pipa dari titik tertentu di kaki gunung.

Tingkat literasi di Tanzania meningkat menjadi tujuh puluh persen dibawah kepemimpinan presiden Julius Nyerere.

BAB 2: NIGERIA, 1985 (53-69)
Niamey adalah ibu kota dari negara Nigeria.  Di Negara ini, curah hujan sangat buruk. Dari 4.179 kilometer panjang sungan Nigeria hanya 2,5 persen sumber air  yan tersisa. Sebelum mengalami kekeringan dan menjadi gurun pasir, empat tahun lalu daerah itu pernah dijadikan tempat tinggal oleh banyak orang.  Curah hujan tahunan di Nigeria hanya 2,5 sentimeter, berbeda sekali dengan rata-rata curah hujan tahunan di Tokyo yang mencapai 137, 5 sentimeter  selama tahun 1961-1990. Anak-anak bekerja keras sama seperti orang dewasa, mengisi wadah-wadah dengan cairan berlumpur untuk diminum, mencari rumput dan air untuk ternak, dan berjalan susah payah di gurun pasir bersama orangtua mereka sepanjang tahun.

Tiba di kota Tonout (masih di negara Nigeria), tidak ada apa-apa selain gurun pasir. Pada jalur yang memisahkan Tonout dan Sahara, pemerintah dengan bantuan UNICEF, menanam 40.000 pohon akasia, karena dianggap sebagai bibit yang berpotensi cepat dalam pertumbuhan. Air sangat sulit didapatkan, tidak ada air tanah sehingga sumur tidak bisa digalai.  Karena  itu, air dibawa dari sumur yang jauhnya kira-kira dua belas kilometer.

Yang dibutuhkan setelahnya adalah hujan. Dan tepat saat itu, hujan turun sedikit untuk pertama kalinya. Mereka harus mempertahankan agar siklus itu berlangsung yaitu, hujan. Hujan turun ke atas pohon dan rumput, diserap oleh tanah, menguap, dan akhirnya menjadi awan. Kemudian turun lagi sebagai hujan. Tanpa pohon tidak mungkin ada hujan.

Dalam mengatasi hal ini, UNICEF yang dibantu para ahli geologi mencari sumber air tanah untuk di buat sumur-sumur. Air yang dihasilkan pun jernih, memancar dari sumur berkedalaman 4,8 meter dibiarkan sebelum pompa dipasang dua hari setelahnya. Penduduk dapat membagi tugas masing-masing untuk menjaga sumur-sumur itu dan memanfatkan air jernih di dalamnya dengan baik. Sebelumnya penduduk menggali dengan tangan mereka sendiri sehingga air yang dihasilkan sedikit dan berlumpur.

Awal peneyebab kekeringan terjadi karena di Nigeria tidak ada listrik atau gas untuk memasak. Pada akhirnya rakyat menebang semua pohon sehingga curah hujan berkurang.

BAB 3 : INDIA , 1986 (70-82)
India merupakan negara berpenduduk terbanyak setelah Cina.  Ana-anak di India meninggal 3,5 juta setiap tahunnya akibat dehidrasi karena diare dan penyakit menular lainnya. Kota yang dikunjungi setelah New Delhi (ibu kota) adalah Madras. Di sana Kuroyanagi menemukan suatu kenyataan bahwa meskipun Madras merupakan kota yang indah dan popular di kalangan wisatawan, akan tetapi 92 persen anak-anak di Madras menderita kekurangan gizi. Sebagian besar ibu-ibu juga kekurangan gizi, akibatnya tiga puluh persen bayi lahir dengan berat badan tidak mencukupi. Hampir setengah populasi kota ini memiliki pendapatan di bawah jumlah yang memadai untuk bertahan hidup.

Tetanus merupakan penyebab utama banyaknya anak yang meninggal dunia. Tetanus disebabkan bakteri beracun yang berdampak pada system saraf pusat. Spora tetanus hidup di tanah dan mengakibatkaninfeksi ketika bersentuhan denganluka (gbr. hal.  74-75). Telinga anak-anak mudah sekali luka. Umumnya, anak-anak tunawisma sering tidur di atas tanah yang basah karena air selokan. Ketika anak-anak tidur, anak-anak akan terinfeksi tetanus lewat luka di telinga mereka.

Ketika Kuroyanagi mengunjungi sebuah bangsal yang dipenuhi anak-anak penderita polio, ia tidak melihat tabung oksigen di sana. Anak-anak tidak mampu bernafas sendiri, oleh karena itu para ibu memompakan udara ke dalam paru-parunya dengan bola karet. Jika si ibu berhenti memompa, si anak akan mati.

Vaksinasi merupakan cara yang diambil guna pencegahan penyakit yang dialami anak. Perlu diketahui vaksin membutuhkan lemari es atau pendingin yang layak  agar tidak rusak dan bekerja sesuai harapan. Sayangnya,, banyak anak yang tinggal di daerah yang belum dialiri listrik. Oleh karena itu hal yang sedang didukung oleh UNICEF adalah pengembangan vaksin yang tidak memerlukan lemari es dalam penyimpanannya.

Di India masih sangat kental mengenai perbedaan kasta, mungkin itu salah satu penyebab kurangnya kepedulian dan diskriminasi terhadap kasta yang lebih rendah. Sehingga keinginan untuk membantu, tidak  termiliki.

BAB 4 : MOZAMBIK, 1987 (83-97)
Negara di bagian tenggara Afrika ini disebut sebagai negara dengan kondisi terburuk di dunia. Dahulu Mozambik merupakan negara indah dan salah satu tujuan wisatawan. Negaranya kaya, tanahnya subur, begitu banyak ikan bisa ditangkap, dan terkenal dengan hasil udangnya.

Afrika Selatan merupakan satu-satunya negara yang di dunia yang memberlakukan sistem yang disebut dengan nama apartheid, sebuah kebijakan segresi dengan diskriminasi rasial berdasarkan warna kulit. Mereka menganggap bahwa pemerintahan kulit hitam merupakan ancaman terbesar bagi bangsa Afrika Selatan.

Afrika Selatan memberikan dukungan kepada tentara geriliya antipemerintah di Mozambik dan Angola, memberikan suplai senjata dan uang untuk meruntuhkan pemerintahan kulit hitam di dua Negara itu. Sejak saat itulah, kerusakan terjadi  di mana-mana yang dilakukan tentara geriliya. Lembaga pendidikan, Lembaga kesehatan, bank, jalan, jembatan, pabrik-pabrik, semua dihancurkan. Para lelaki dibunuh, wanita diperkosa, anak lelaki yang cukup besar dipaksa kerja menjadi tentara geriliya, menyisakan anak-anak yatim.

Pelajaran mengharukan yang bisa diambil di sini ketika Kuroyanagi bertemu dengan seorang ibu. Ia menemukan ada seorang ibu yang mempunyai lima orang anak. Saat diperjalanan ibu tersebut menemukan lima anak yang menangis karena kehilangan orangtuanya. Kemudian  ibu tersebut membawanya. Dalam kondisi kekurangan seperti itu, ia dengan ikhlasnya tetap berfikir bahwa mereka semua adalah anak-anaknya. Sehingga makanan apa pun yang didapat akan dibagi rata pada kesepuluh anaknya, baik anak kandung atau pun anak yang baru dia temukan di jalan.
Mudah bagi seorang ibu berkorban untuk anaknya meskipun ia akan mati kelaparan, tetapi akan sangat jarang menemukan ibu yang rela memberikan jatah makanan anaknya kepada anak-anak asing  yang bukan darah dagingnya. Baginya bukan anak “ku” tapi anak “kita

Pemerintahan mozambik  hanya berharap, bahwa mereka bisa segera memerangi apartheid, sehingga suatu hari nanti apartheid akan berakhir dan mereka semua akan bebas.

Note. Hal 305 (berakhinya politik apartheid di Afrika Selatan tahun 1991 dan kelahiran pemerintahan kulit hitam di negara itu dengan Nelson Mandela sebagai presiden )





BAB 5: KAMBOJA DAN VIETNAM, 1988 (98-125)
Kunjungan ke Vietnam, dimulai dari ibu kota, Hanoi. Banyak kolam besar yang terbentuk akbat bom yang dijatuhkan Amerika yang masih tertinggal di sana.  Perang yang berlangsung selama empat puluh tahun di sana, telah membuat roda perekonomian mundur lebih dari dua puluh tahun. Pada tahun 1987, berkurangnya persediaan makanan akibat kekeringan, angin topan, dan hama.  Dampak Kebijakan ekonomi Vietnam terbukuti gagal dan negaranya bangkrut.

Meski begitu, saat berkunjung ke kota tersebut (1988), terlihat para penduduk sedang melakukan rekontruksi sekuat tenaga. Merasakan kebebasannya setelah sekian lama merasa terancam bom.

Dari Hanaoi terbang ke Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Sekitar 73 persen wilayah Kamboja terdiri atas hutan. Di sana lebih dari satu juta orang menjadi korban dalam pembunuhan missal selama tiga tahun delapan bulan saat negara ini berada dalam kekuasaan Khmer Merah. Khmer Merah mulai berkuasa pada tahun 1976, setahun setelah Pol Pot dan para pendukungnya mengambil alih. . Orang-orang yang pertama di bunuh adalah para ilmuan, guru, dokter, pejabat tinggi pemerintahan, pendeta, dan actor. Tahun 1986, penduduk kamboja tidak seimbang. 64 persen perempuan, dan 36 persen pria. Rezim Pol Pot memaksa jutaan orang meninggalkan rumah, akibatnya banyak kota menjadi mati. Keluarga dan pasangan dipisahkan, perdagangan ditiadakan, hingga perekonomian kacau balau.  Pendidikan pun ditiadakan, dan semua peralatan kedokteran, bahkan  seluruh rumah sakit yang berjumlah sekitar delapan ratus, dihancurkan. Rezim itu ingin memusnahkan kebudayaan dan peradaban Kamboja.

Hanya ada satu-satunya rumah sakit anak nasional yang saat ini sedang dibangun kembali. Direktur rumah sakit tersebut menceritakan bahwa, dari lima ratus dokter di Phnom Penh, hanya 32 dokter yang selamat. Tingkat kematian di kamboja sangat tinggi. Anak yang kondisinya sangat parah dan sulit disembuhkan berbaring di lantai, kolong tempat tidur, dan lorong-lorong sempit. Karena berada dalam kondisi penuh keterbatasan, prioritas utama diberikan pada anak yang berkesempatan tinggi untuk sembuh.

Sembilan ribu tengkorak (hal. 102, gbr. 103) , tidak ditulis di catatan ini.

Miss Kuroyanagi mengunjungi salah satu panti asuhan milik negara. Terlihat  sekali anak-anak itu  kurang kasih sayang orang dewasa. Saat berkunjung, anak-anak memakai pakaian yang  bagus. Belakangan, Kuroyanagi baru mengetahuai bahwa anak-anak itu tidak memiliki baju dan harus telanjang hampir setiap saat. Mereka diberikan baju yang layak hanya untuk menyambut kedatangan Kuroyanagi.

Dari Phnom Phen menuju kota Ho Chi Minh City (dulu disebut Saigon, ibu kota Vietnam) di Vietnam. Di kota ini lima puluh persen anak berusia di bawah lima tuhun menderita kekurangan gizi. Anak-anak sekolah dasar bersekolah pada malam hari. Hal ini dilakukan karena pada pagi harinya anak-anak itu bekerja setiap hari untuk membantu  perekonomian keluarga, menjaga adik, atau membantu pekerjaan rumah.

Nguyen Dinh Chien School untuk anak tuna netra memiliki 81 murid dari seluruh penjuru Vietnam. Akibat racun perang tentara  Amerika, ada anak perempuan yang dilahirkan tanpa memiliki bola mata. (gbr. hal.  121)

Dampak racun tersebut juga dapat dilihatnya ketika ia mengunjungi Rumah Sakit Bersalin dan Kandungan. Dalam seminggu lima bayi dilahirkan dalam kondisi cacat, dan tahun lalu sepuluh bayi dilahirkan dalam kondisi kembar siam. (gbr. hal.  125) 


BAB 6: ANGOLA, 1989 (126-147)
Ibu kota Angola adalah Luanda, terletak di sebelah utara Afrika Selatan. Di Angola, anak-anak membawa kursi sendiri ke sekolah. Mereka tidak membawa tas, makanan, dan bertelanjang kaki (sebagian besar anak tidak mempunyai sepatu untuk dipakai). (gbr. hal.  131)
Rumah sakit militer dipadati tentara yang kehilangan kaki akibat ranjau darat dan yang lainnya kehilangan penglihatan akibat serangan mortar. Lima puluh ribu rakyat Angola kehilangan tangan dan kaki dalam berbagai kecelakan yang melibatkan ranjau darat.

Di sana, Center- proyek yang dilaksanakan Swedia di Angola begitu membantu. Mereka bekerja keras secara sukarela membantu membuatkan kaki-kaki palsu bagi rakyat Angola yan terkena ranjau. Sama seperti di negara-negara sebelumnya di sana pun tidak ada toilet umum.

Saat melakukan perjalanan dengan mobil, ia melihat kereta api berhenti di tengah dataran kosong. Tiga gerbong pertama dibiarkan kosong untuk melindungi gerbong-gerbong lain dari ranjau darat. Shingga jika melewati ranjau darat, hanya tiga gerbong di depan yang akan meledak.

Delapan puluh kilometer dari Banguela, mereka tiba di kamp pengungsian. Pemberontak-pemberontak Angola mengincar rumah-rumah petani pada musim panen, membunuh para ayah, memperkosa para istri, mempekerjakan anak-anak usia produktif secara paksa. Jika ada seorang ibu yang membawa bayi, mereka akan memotong tangan dan kaki bayi itu dengan golok. Anak-anak kecil diikat dengan tali di pohon, dan memotong tangan anak-anak itu menggunakan golok. Anak-anak ditinggalkan sampai mati, yang selamat akan hidup yatim piatu dalam keadaan cacat. (gbr. hal.  141)


BAB 7: Bangladesh, 1990 (148-171)
Bangladesh disebut negara termiskin di seluruh dunia. Meskipun Bangladesh dikenal sebagai Emas Bengali, tanahnya yang subur dan hasil panen baik secara konsisten. Sangat sedikit petani yang memiliki tanah sendiri. Hampir semua hasil panen digunakan untuk membayar sewa tanah, bahkan mereka tidak mempunyai cukup beras untuk keluarga. Negara ini telah hancur akibat perang kemerdekaan yang menewaskan tiga juta orang. (Perang kemerdekaan yang sia-sia)

Dua tahun sebelum melakukan kunjungan, banjir dahsyat menenggelamkan dua pertiga wilayah Bangladesh dan mengakibatkan kerugian besar. Ironisnya, banjir yang sama menyuburkan tanah Bangladesh sehingga sangat cocok untuk pertanian.

Tidak  hanya kemiskinan, diskriminasi  jender juga terjadi di Bangladesh. Kebanyakan keluarga hanya akan menyekolahkan anak laki-laki saja. Jika akan melangsungkan pernikahan, maka pihak perempuan wajib memberikan maskawin yang sepadan untuk laki-laki. Apabila maskawinnya dianggap tidak sepadan, maka perempuan tersebut akan mendapatkan penganiayaan dari pihak laki-laki.
Istri tidak diberi kesempatan untuk keluar rumah.    

Ada sebuah bank bernama Bank Grameen ( Bank Desa ) yang didirikan oleh Dr. M. Yunus yang memberi pinjaman kepada wanita untuk membantu mereka mandiri. Dari sana juga, para istri diajari cara berinvestasi, cara menabung dan lain-lain, hingga para istri dapat mengembangkan kemampuannya dan mengahsilkan pendapatan yang sama bahkan lebih besar dari pria. Dari sinilah, para wanita mulai menyadari bahwa pendidikan sangat penting bagi anak. Para suami pun mulai bisa memberi kebabasan dan izin kepada istri untuk datang ke pertemuan yang rutin diselenggarakan pihak bank dan melakukan investasi.

Di pemukiman miskin di pusat kota Dhaka, Komolaphr, sekitar seribu orang ditinggal di sana. Di sana terlihat genangan air penuh kutu dan lalat yang ditemukan dimana-mana. Gunungan sampah terdiri dari sampah-sampah kecil dan makanan yang mengeluarkan gas metan yang baunya sangat busuk. Banyak anak yang kekurangan gizi dan perutnya membusung. Salah satu anak bahkan fesesnya selalu mengeluarkan darah.

Di Bangladesh terdapat rumah sakit diare terbaik di dunia yang menjadi bagian dari Internatinational Center for Diarrheal Disease Research –Pusat Penelitian Internasional untuk diare. Salah satu penyebab utama kematian anak adalah diare. Anak-anak meminum air yang tidak higienis. Selain sumur yang tidak bisa digunakan, bahan-bakar tidak tersedia sehingga kebanyakan orang harus meminum air  tanpa direbus. Kematian terus berlanjut karena air yang diminum telah terkontaminasi oleh bangkai yang mengambang bersama dengan kotoran manusia. Terdapat lubang dibagian tengah setiap tempat tidur anak di rumah sakit itu untuk menyalurkan pembuangan kotoran ke wadah di bawahnya. (hal. 169 gbr. 168 )

BAB 8 : IRAK, 1991 (172-190)
17 Januari 1991, Amerika dan Sekutu meluncurkan serangan udara besar-besaran atas Irak. Itulah awal Perang Teluk Persia. Pusat pembangkit listrik dibom. Perang ini berakhir sekitar enam minggu kemudian. Para ibu tidak bisa memproduksi ASI untuk bayi mereka karena rasa ketakutan dan kekurangan gizi. Parahnya, hal pertama yang menghilang di Irak adalah susu bubuk untuk bayi.  Pusat pembangkit listrik hancur, pasokan listrik berhenti total, akibatnya pompa air berhenti memompa, tak ada air ledeng, tidak bisa memurnikan air, tidak bisa mengelola sampah, tidak ada irigasi untuk pertanian, tidak ada pendingin udara di rumah sakit, tidak ada fasilitas, dan operasi tidak bisa dilakukan.

Sanksi ekonomi yang melarang ekspor ke Irak terus berlanjut, dan anak-anak selalu yang menjadi korban. (hal 178 - gbr.180)

Sepanjang jalan utama di Baghdad (ibu kota), tercium bau aneh. Ternyata air pembuangan meluap ke jalan, dengan feses di dalamnya. Air kotoran itu masuk ke dalam salah satu rumah warga. Warga yang tinggal di dalam rumah harus tinggal dan tidur di atap rumah tanpa perabotan. Penduduk mengambil air langsung dari sungai Tigris untuk diminum tanpa dimasak. Parahnya,  air pembuangan mengalir ke sungai yang sama. Sama seperti di Baghdad, di Basra pun saluran pembuangannya meluap.

Perjalanan dilanjutkan menuju Erbil, kota yang terletak di pusat wilayah yang dihuni suku Kurdi. Mereka tinggal di dalam tenda pengungsian. Mereka sengaja tinggal diperbatasan supaya bisa mengungsi ke Iran seandainya terjadi serangan dari Saddam Hussein.

Banyak ranjau diperbatasan Iran-Irak, sisa-sisa peperangan kedua negara. Menurut berita, orang-orang yang tidak mempunyai alat pendeteksi ranjau darat akan menyuruh anak yatim piatu untuk berjalan di depan mereka sebagai umpan. (kisah ini belum diketahui benar atau tidaknya)





BAB 9: ETIOPIA (berdataran tinggi), 1992 (191-214)
Perang saudara yang berlangsung sampai tiga puluh tahun dan bencana kekeringan yang terjadi sesudahnya membuat Etiopia menjadi begitu miskin. Etiopia dipenuhi pengungsi. Dari Addis Ababa (ibu kota) Dolo Odo, desa di wilayah Borena yang dekat dengan perbatasan Somalia. Setelah perang saudara berakhir di etiopia, pengungsi dari Somalia mulai berdatangan ke Dolo Odo.

Tak ada sebatang pohon pun di sana. Tidak ada hujan selama tiga tahun. Lima puluh persen anak-anak  meninggal akibat kelaparan sebelum mencapai usia lima tahun. Sungai Genae, berjarak sekitar 9,6 kilometer di sebelah selatan,  desa merupakan perbatasan alami Etiopia dan Somalia. Semua anak begitu kurus hingga tulang mereka terlihat jelas. Mereka hampir tidak mengenakan apa-apa, sehingga terlihat jelas tulang iga, panggul, dan tempurung lutut mereka. Melihat mereka seperti melihat parade kerangka. (gbr. hal.  194)

Penduduk yang timbangannya kurang dari standar berat badan (normal) akan mendapat jatah makan. Akan tetapi, apabila timbangan badannya sama atau lebih sedikit saja dari standar berat badan yang ditentukan, maka ia tidak akan mendapat jatah makan. Timbangan berupa gantungan kain, dan makanan yang diberikan berupa campuran tepung dan air sungai yang direbus sampai menjadi bubur encer. Anak-anak tidak hanya kelaparan makanan,tapi juga lapar akan cinta.

Tidak ada sumur di Dolo Odo. Air berlumpur yang diminum. Di wilayah utara Tigray juga tidak ada pohon, selain dataran terbuka. Dulu Ethiopia diselimuti hutan, sekarang hanya tiga persennya. Tidak ada listrik atau gas, sehingga pohon-pohon habis ditebang. Sama seperti di Nigeria, Ethiopia memutuskan untuk menambah jumlah pohon untuk melakukan reboisasi. Pohon yang ditanam adalah pohon khas Ethiopia, Kundo berbere. Pohon itu bisa tumbuh cepat, tidak butuh banyak air, binatang liar atau piaraan tidak suka rasanya, dan kayunya sangat keras, sehingga cocok untuk bahan bangunan. Wilayah Tigray merupakan rumah bagi banyak orang yang menentang rezim diktator presiden sebelumnya, Mengistu. Karena itulah Tigray terus menerus menjadi sasaran penyerangan.

Kuroyanagi sempat mengunjungi Kilisha Imini, tempat yang dulu dibom oleh pemerintahan terdahulu dalam upaya menghancurkan tentara geriliya yang bermarkas di sana. Satu-satunya klinik yang ada di sana hancur. Di sana ada sekolah kecil yang jendela dan langit-langitnya hancur. Tidak ada apa pun temapat itu, hanya ada anak-anak yang tetap semangat membaca dan sibuk belajar.


BAB 10: SUDAN, 1993 (215-233)
Sudan adalah negara terbesar di Afrika dengan luas wilayah 2,5 juta kilometer persegi. Sudan berbatasan dengan Mesir, Eritrea, Etiopia, Kenya, Uganda, Zaire, Repulik Afrika Tengah, Chad, dan Libia. Tahun 1993, terjadi perang saudara intens, kekeringan, dan 60 persen populasinya (25 juta orang) harus bergantung pada berbagai program bantuan luar negeri untuk memperoleh makanan dan kebutuhan dasar lain. Penduduknya hanya 10 orang per kilogram persegi, dan 30 persen wilayah Sudan, sepertiganya berupa gurun pasir yang tidak bisa dihuni. Rakyat menghabisakan pendapatan mereka untuk membeli air dari penjual yang menjajakan dalam tong.

Kebijakan UNICEF untuk menyediakan air diterapkan secara aktif di Khartoum (ibu kota) dengan menggali sumur-sumur. Sejak tahun 1991, lebih dari dua ratus sumur digali disekitar tujuh puluh ribu kamp pengungsian di Jebel Awlia, kota yang letaknya empat puluh kilometer di selatan Khartoum.

Wilayah kordofan pusat di Sudan merupakan wilayah yang curah hujannya sangat sedikit, itu pun hanya terjadi antara bulan Juni dan September. Ketika itu UNICEF sedang menggali sumur di Caseba, desa yang cukup besar. Selanjutnya Kuroyanagi mengunjungi kota di wilayah Nil Atas, sebelah selatan Sudan, namanya Nasir. Wilayah itu dikuasai gerakan antipemerintah yang bernama Sudan People’s Liberation Army (SPLA). Perang di Sudan adalah perang antara pemerintah dan antipemerintah.

Melalui kerjasama dengan berbagai badan PBB, seperti World Food Program, UNICEF mengirimkan persediaan makanan dan obat-obatan ke Sudan sebagai bagian dari operasi yang dinamai Operation Lifeline Sudan. Sebagian barang diturunkan di Nasir. Juga ada bantuan berupa biscuit yang dikirim langsung oleh pemerintahan Jepang. Tidak ada peralatan menulis, apalagi gedung di sana. Tapi anak-anak begitu menginginkan sekolah.

Di kota Lokichokio, duta UNICEF itu mengunjungi rumah sakit yang dikelola Palang Merah. Sebagian pasien menderita luka tembak atau kehilangan kaki ketika menginjak ranjau darat. Banyak anak –anak yang tertembak di bagian otak, dan bagian kaki yang pada mengalami kehancuran tulang. Ada juga anak yang luka dibagian kepala, bukan karena luka tembak. Tapi karena gigitan Hyena. Tidak sedikit anak yang meninggal karena luka-luka itu didiamkan hingga membusuk

Dulu Sudan kaya akan warisan budaya, seperti tujuh ratus Piramid Sudan yang dibangun dari 7000 SM-40 M. 11.000 tahun) Di Gurun Meroe, sebelah utara Khartoum, di jalur menuju Mesir, masih ada sekitar lima puluh pyramid dan reruntuhan istana. Dahulu dikenal sebagai kerajaan Meroe, kota ini merupakan kota termakmur di Sudan.



BAB 11: RWANDA, 1994 (234-252)
Kigali adalah ibu kota Rwanda. Tanah Rwanda sangat subur. Dari 7,5 juta penduduk Rwanda, satu juta diantaranya mati dibantai. Di sebuah gereja di Nyamata, dua ribu mayat tanpa kepala bertumpukan. Orang-orang dikumpulkan di tempat itu, dibunuh menggunakan golok, senapan, dan granat tangan. Pembantaian dilakukan empat bulan lalu dan mayat-mayat dibiarkan begitu saja. Tidak berbeda dengan kondisi gereja katolik di Gitarama, di pinggiran kota Kagali. Tiga ratus orang yang tadinya berniat mengungsi malah mati dibunuh, dan sepuluh mayat di dalam gedung ditemukan dibelakang gereja.

Para pembunuh bukan tentara gerilya, tapi paman yang membunuh keponakannya, para tetangga, penghuni rumah sebelah, kepala desa. Orang-orang yang memiliki hubungan baik saling membunuh. Mereka takut akan pembalasan dendam. Pada akhirnya semua orang saling membunuh karena ketakutannya pada yang lain. Perang ini merupakan perang antarkelompok etnis, suku Hutu dan Tutsi. Ketika ada dua orang yang menikah berbeda etnis, maka salah satunya menjadi korban pembantaian bagi etnis lain yang berbeda. Dan anak hasil pernikahan keduanya pun akan ikut pula dibantai.

Disebelah kiri gereja katolik di Giratama, berdiri sebuah panti asuhan. Hampir semua anak melihat langsung saat orangtua mereka dibantai. Semua anak hidup dalam ketakutan, kebencian, luka, keadaan mental yang tidak stabil, sebagian cenderung melakukan kekerasan, sebagian lagi menjadi apatis(masa bodoh) dan kehilangan kemampuan bicara.

Perjalanan dilanjutkan ke kamp pengungsi Gikongolo. Disepanjang perjalanan terdapat perkebunan kopi yang luas dan dibiarkan terbengkalai. Ratusan mayat dikuburkan di perkebunan itu, dan bau busuknya terasa masih sangat kental. Bau yang sama juga tercium di hotel tempat Kuroyanagi menginap. Kabarnya, orang-orang dipaksa masuk berdesakan ke kamar hotel seperti ikan sardine lalu dibantai. Meskipun dindingnya telah dilapisi wallpaper, bau amisnya tetap tercium.

Saat berkunjung ke panti asuhan di kamp Gikongolo, mobil tentara ditempatkan di pintu masuk. Hal ini merupakan upaya perlindungn dan pencegahan agar tidak terjadi pembantaian oleh musuh. Di panti asuhan itu, anak-anak yang lebih tua bersedia mengasuh dan mengurus  bayi-bayi yang masih kecil. (gbr. hal.  240)

BAB 12: HAITI, 1995 (253-272)
Haiti adalah negara kecil yang terletak di Luat karibia yang indah. Columbus menemukan pulau ini ketika ia tiba di daratan Amerika. Awalnya dikuasai Spanyol. Spanyol mengusir penduduk asli dan membawa orang Afrika untuk dijadikan budak. Orang-rang Afrika inilah nenek moyang penduduk Haiti sekarang. Tahun 1804, Haiti menjadi negara kulit hitam pertama yang memperoleh kemerdekaan. Sayangnya, sejak merdeka negara itu dibawah pemerintahan diktator. Rezim autokratis berkuasa hampir selama empat tahun setelah kudeta militer dan presiden Aristide diasingkan. Setelah Rezim digulingkan tahun 1995, Presiden Aristide bisa kembali dari pengasingannya di Amerika Serikat. Setelah itu Haiti menjadi negara bebas dalam arti sebenar-benarnya. Meski begitu, karena berada dalam kondisi ketidakstabilan selama bertahun-tahun, Haiti menjadi negara termiskin di belahan bumi barat. Pengangguran mencapai 80 persen.

Di Port-au-Prince, ibu kota Haiti, terdapat lima belas perkampungan kumuh. Salah satunya La Saline. Jalanan terlihat seperti rawa setelah terjadi hujan, banyak genangan air kotor dan penuh sampah, selokan pembuangan air tidak mengalir karena terhalang sampah. Banyaknya orang di kota itu membuat tidak ada ruang untuk membangun WC umum. Ketika tengah malam, anak-anak jalanan banyak yang tidur di depan toko dan alun-alun kota, berpegangan tangan, dengan bahu bersentuhan, sebagian saling menindih.

Kebanyakan penduduk di Haiti tidak memiliki pandangan yang sama tentang pernikahan. Laki-laki dan perempuan yang memiliki lebih dari satu pasangan, dianggap hal biasa. Perempuan bekerja untuk membesarkan anak-anak dari ayah yang berbeda. Ketika anak-anak mencapai umur delapan tahun, mereka akan diusir dari rumah dan dipaksa menghidupi diri sendiri. Tujuh puluh dua persen pelacur di Haiti telah terinfeksi HIV, virus AIDS. Para pelacur ini berumur dua belas atau tiga belas tahun. Mereka melacurkan diri untuk menghidupi keluarganya. Tingkat literasi di Haiti hanya mencapai 15 persen.

Saat berkunjung ke Rumah Sakit Universitas Negeri, bangsal anak-anak dipenuhi bayi dan anak-anak. Enam bayi dalam satu ranjang. Anak-anak dan bayi di sana banyak yang menderita diare, dehidrasi, kekurangan gizi, keracunan darah, dan tipus. Kuroyanagi pun melihat bayi yang menderita hydrocephalus (timbunan cairan di otak). Bayi itu dibuang dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. (gbr. hal.  264). Di bangsal bayi prematur, hanya bayi-bayi yang diperkirakan bisa bertahan hidup yang dimasukkan ke inkubator. Di  Port-au-Prince ada juga tempat penampungan anak yang menampung bayi mungil yang terinfeksi AIDS.

Kuroyanagi juga sempat mengunjungi tempat penjara wanita dan anak. Mereka dipenjara tanpa ada persidangan, tak ada pengacara, tak ada keputusan hukum yang seharusnya. Mereka bahkan tidak tahu apa kejahatan mereka, dan berapa lama mereka dipenjara.

Ada pepatah yang mengejutkan di Haiti yang berbunyi, “kalau Ibu tidak mempunyai susu, ambillah dari Nenek. Dan di sana Kuroyanagi benar-benar melihat pemandangan seperti itu saat ia diundang ke acara penghargaan di barat laut kota Gros-Morne. Penghargaan bagi para lima puluh ibu yang menyusui bayi mereka selama enam bulan dengan ASI. Salah satu diantara mereka ada nenek berambut putih  yang masih mempunyai ASI, dan memberikan ASI tersebut bagi cucunya.
note:
*Kuroyanagi mengadakan kunjungan ke Presiden dan meminta para wanita dan anak-anak diadili secara hukum terlebih dahulu sebelum dipenjara.
*Presiden Aristide berjanji akan memperbaiki tingkat literasi dari 15 menjadi 85 persen, dan meningkatkan pendidikan.

BAB 13: BOSNIA-HERZEGOVINA, 1996 (273-299)
Saat berjalan-jalan menggunakan bus dari zegreb (ibu kota Kroasia) menuju Mostar- kota di selatan Bosnia Herzegovina, kuroyanagi dan yang lainnya ditangkap. Saat mereka menghentikan bus dan melihat gua. Polisi tiba-tiba datang dan membuat keributan. Para polisi itu sebenarnya mengincar bus sewaan yang dinaiki olehnya. Berbagai tuduhan dilontarkan, yang pada akhirnya para polisi itu mengambil dua kaset video yang masih kosong, beberapa rol film, dan lima ratus mark sebagai bayaran atas minibus tua mereka sebelum akhirnya dibebaskan. Sementara minibus yang tadi ditumpanginya telah diambil oleh para polisi tersebut.
Insiden itu pun akhirnya dilaporkan UNICEF kepada Interpol. Mentri Luar Negeri dan Mentri Dalam Negeri Kroasia dituntut untuk menyatakan permintaan maaf.

Sampai di kota Mostar, mereka mengunjungi Sekolah Dasar Zelik. Sebelum perang, sekolah ini memiliki berbagai mata pelajaran yang sangat modern dalam kurikulumnya. Sekolah ini bahkan telah menggunakan computer. Tapi sekarang para murid hanya menggunakan buku catatan dan pensil.

Setelah tiba di Sarajevo, Kuroyanagi berpartisipasi dalam program radio lokal. Keseluruhan acara ini disiarkan oleh anak-anak dan sangat terkenal. Penyiar dan pewawancaranya adalah anak-anak.

28 Juni 1914 Archduke Ferdinand, putra mahkota Austria, dan istrinya dibunuh oleh pemuda Serbia di Sarajevo hingga memicu pecahnya PD I.

Menurut survey UNICEF tahun 1993, 97 persen anak-anak di Sarajevo pernah mengalami serangan granat secara langsung, 29 persen merasakan kesedihan, dan 20 persen mengalami mimpi buruk secara teratur.

Ketika Kuroyanagi berkunjung ke panti Asuhan di Zenica atau pun kelas menggambar di sebuah taman kanak-kanak, ia melihat banyak anak yang menggambar secara tidak biasa. Anak-anak terluka secara mental dan ingin melarikan diri dari diri mereka sendiri.

Ranjau darat bertebaran di mana-mana. Anak-anak yang seharusnya belajar mengenai pelajaran sekolah, malah dihadapkan dengan pembelajaran-pembelajaran mengenai ranjau darat itu. Diperlihatkan lewat foto dan video, bagaimana bentuknya, jenisnya dan pengalaman mereka saat menemukan ranjau. Banyak ranjau darat yang berbentuk  es krim, coklat, boneka juga benda lain yang disukai anak, dan pada akhirnya anak-anaklah yang terkena dan tewas.








Daftar Pustaka:
Kuroyanagi, tetsuko. (2012). Totto-chan’s Children – A Goodwill Journey to the Children of the World, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jumlah hal: 332 hal.