Dirangkum Dan Disimpulkan Oleh:
Ani Nh Fazia
Bagi Kalian Yang Tidak Sempat Membaca Bukunya, Silakan Dibaca Rangkumannya..
Totto-
Chan’s Children (Goodwill Journey to the Children of the World)
Anak-Anak
Totto-Chan (Perjalanan Kemanusiaan Untuk Anak-Anak Dunia)
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengan kata Totto-Chan?
Sebagian orang tentu mengetahui cerita tentang totto-chan ini, gadis
cilik di jendela. Di Selasar Timur Mesjid Salman tercinta kita akan
bersama-sama menelusuri kelanjutan kisah totto-chan ini dalam buku keduanya.
Kenapa harus totto-chan yang diambil, kenapa bukan kisah lain? Alasannya
simple. Karena buku ini bercerita tentang anak.
Cerita ini terdiri dari 13 BAB, jadi persiapkan diri anda untuk
konsisten dalam membaca. Cerita di bawah ini telah saya singkat, mohon maaf
apabila ada kata yang mengalami perubahan. Marilah kita bersama-sama membaca,
mendengar, kemudian berdiskusi mengenai cerita-ceria yang menginspirasi ini.
Selamat membaca.
BAB 1 : TANZANIA daerah
Afrika (25-52)
Cerita ini dimulai dari perjalanan Miss Kuroyanagi yang bernama kecil
totto-chan sebagai Duta kemanusiaan UNICEF menuju Tanzania. Kota Tanzanaia
merupakan kota yang mengalami kekeringan parah sejak tahun 1981. Setiap hari,
kira-kira enam ratus anak di bawah usia lima tahun meninggal akibat kelapara
dan penyakit. Awalnya ia menganggap bahwa berita-berita kelaparan di Tanzania
adalah berita biasa, karena ia pun pernah menderita kelaparan sehingga tubuhnya
tertutupi koreng.
Akan tetapi pemandangan yang dilihatnya di sana, jauh dari bayangannya.
Kelaparan yang terjadi tidak hanya menyerang tubuh, tetapi membuat kerusakan
otak yang tidak bisa disembuhkan. Tubuh anak-anak itu lemas, bahkan hanya untuk
menangis atau berkat-kata tidak dapat mereka lakukan. Orang dewasa meninggal,
sambil mengerang, mengeluhkan rasa sakit mereka, tapi anak-anak hanya diam.
Mereka mati dalam kebisuan, memercayai orang-orang dewasa. Bayi dalam gendongan menangis, tapi tanpa
suara, mereka tak punya cukup tenaga untuk menangis, bahkan untuk mengusir
lalat yang menggerumuti tubuh mereka.
Ada yang menarik dari kota ini, meski pun dengan segala kekurangan dan
keterbatasan yang mereka miliki, tetapi anak-anak itu mempunyai kebaikan hati
luar biasa. Ditengah kekeringan air, mereka masih dapat berbagi air dan
membiarkan anak yang paling kecil untuk mengambil air terlebih dahulu secara
bergantian. Dan tahukan Anda, air seperti apa yang mereka minum?? Air itu
adalah air berlumpur yang telah digali dengan
tangan mereka sendiri. Tetapi mereka senang meminumi air-air tersebut tanpa
rasa takut penyakit atau jijik karena kotor. (gbr. hal. 36)
Dari sinilah Dr. Sanghali dan Kuroyanagi membuat rencana untuk membawa
air yang murni dari Gunung Kilimanjaro, salju cair yang bebas polusi, kepada
anak-anak, untuk mereka minum. Air akan dialirkan lewat pipa dari titik
tertentu di kaki gunung.
Tingkat literasi di Tanzania meningkat menjadi tujuh puluh persen
dibawah kepemimpinan presiden Julius Nyerere.
BAB 2: NIGERIA, 1985 (53-69)
Niamey adalah ibu kota dari negara Nigeria. Di Negara ini, curah hujan sangat buruk. Dari
4.179 kilometer panjang sungan Nigeria hanya 2,5 persen sumber air yan tersisa. Sebelum mengalami kekeringan dan
menjadi gurun pasir, empat tahun lalu daerah itu pernah dijadikan tempat
tinggal oleh banyak orang. Curah hujan
tahunan di Nigeria hanya 2,5 sentimeter, berbeda sekali dengan rata-rata curah
hujan tahunan di Tokyo yang mencapai 137, 5 sentimeter selama tahun 1961-1990. Anak-anak bekerja
keras sama seperti orang dewasa, mengisi wadah-wadah dengan cairan berlumpur
untuk diminum, mencari rumput dan air untuk ternak, dan berjalan susah payah di
gurun pasir bersama orangtua mereka sepanjang tahun.
Tiba di kota Tonout (masih di negara Nigeria), tidak ada apa-apa selain
gurun pasir. Pada jalur yang memisahkan Tonout dan Sahara, pemerintah dengan
bantuan UNICEF, menanam 40.000 pohon akasia, karena dianggap sebagai bibit yang
berpotensi cepat dalam pertumbuhan. Air sangat sulit didapatkan, tidak ada air
tanah sehingga sumur tidak bisa digalai.
Karena itu, air dibawa dari sumur
yang jauhnya kira-kira dua belas kilometer.
Yang dibutuhkan setelahnya adalah hujan. Dan tepat saat itu, hujan turun
sedikit untuk pertama kalinya. Mereka harus mempertahankan agar siklus itu
berlangsung yaitu, hujan. Hujan turun ke atas pohon dan rumput, diserap oleh
tanah, menguap, dan akhirnya menjadi awan. Kemudian turun lagi sebagai hujan.
Tanpa pohon tidak mungkin ada hujan.
Dalam mengatasi hal ini, UNICEF yang dibantu para ahli geologi mencari
sumber air tanah untuk di buat sumur-sumur. Air yang dihasilkan pun jernih,
memancar dari sumur berkedalaman 4,8 meter dibiarkan sebelum pompa dipasang dua
hari setelahnya. Penduduk dapat membagi tugas masing-masing untuk menjaga
sumur-sumur itu dan memanfatkan air jernih di dalamnya dengan baik. Sebelumnya
penduduk menggali dengan tangan mereka sendiri sehingga air yang dihasilkan
sedikit dan berlumpur.
Awal peneyebab kekeringan terjadi karena di Nigeria tidak ada listrik
atau gas untuk memasak. Pada akhirnya rakyat menebang semua pohon sehingga
curah hujan berkurang.
BAB 3 : INDIA , 1986 (70-82)
India merupakan negara berpenduduk terbanyak setelah Cina. Ana-anak di India meninggal 3,5 juta setiap
tahunnya akibat dehidrasi karena diare dan penyakit menular lainnya. Kota yang
dikunjungi setelah New Delhi (ibu kota) adalah Madras. Di sana Kuroyanagi
menemukan suatu kenyataan bahwa meskipun Madras merupakan kota yang indah dan
popular di kalangan wisatawan, akan tetapi 92 persen anak-anak di Madras
menderita kekurangan gizi. Sebagian besar ibu-ibu juga kekurangan gizi,
akibatnya tiga puluh persen bayi lahir dengan berat badan tidak mencukupi. Hampir
setengah populasi kota ini memiliki pendapatan di bawah jumlah yang memadai
untuk bertahan hidup.
Tetanus merupakan penyebab utama banyaknya anak yang meninggal dunia.
Tetanus disebabkan bakteri beracun yang berdampak pada system saraf pusat. Spora
tetanus hidup di tanah dan mengakibatkaninfeksi ketika bersentuhan denganluka (gbr.
hal. 74-75). Telinga anak-anak mudah
sekali luka. Umumnya, anak-anak tunawisma sering tidur di atas tanah yang basah
karena air selokan. Ketika anak-anak tidur, anak-anak akan terinfeksi tetanus
lewat luka di telinga mereka.
Ketika Kuroyanagi mengunjungi sebuah bangsal yang dipenuhi anak-anak
penderita polio, ia tidak melihat tabung oksigen di sana. Anak-anak tidak mampu
bernafas sendiri, oleh karena itu para ibu memompakan udara ke dalam
paru-parunya dengan bola karet. Jika si ibu berhenti memompa, si anak akan
mati.
Vaksinasi merupakan cara yang diambil guna pencegahan penyakit yang
dialami anak. Perlu diketahui vaksin membutuhkan lemari es atau pendingin yang
layak agar tidak rusak dan bekerja
sesuai harapan. Sayangnya,, banyak anak yang tinggal di daerah yang belum
dialiri listrik. Oleh karena itu hal yang sedang didukung oleh UNICEF adalah
pengembangan vaksin yang tidak memerlukan lemari es dalam penyimpanannya.
Di India masih sangat kental mengenai perbedaan kasta, mungkin itu salah
satu penyebab kurangnya kepedulian dan diskriminasi terhadap kasta yang lebih
rendah. Sehingga keinginan untuk membantu, tidak termiliki.
BAB 4 : MOZAMBIK, 1987
(83-97)
Negara di bagian tenggara Afrika ini disebut sebagai negara dengan
kondisi terburuk di dunia. Dahulu Mozambik merupakan negara indah dan salah
satu tujuan wisatawan. Negaranya kaya, tanahnya subur, begitu banyak ikan bisa
ditangkap, dan terkenal dengan hasil udangnya.
Afrika Selatan merupakan satu-satunya negara yang di dunia yang
memberlakukan sistem yang disebut dengan nama apartheid, sebuah kebijakan segresi dengan diskriminasi rasial
berdasarkan warna kulit. Mereka menganggap bahwa pemerintahan kulit hitam
merupakan ancaman terbesar bagi bangsa Afrika Selatan.
Afrika Selatan
memberikan dukungan kepada tentara geriliya antipemerintah di Mozambik dan
Angola, memberikan suplai senjata dan uang untuk meruntuhkan pemerintahan kulit
hitam di dua Negara itu. Sejak saat itulah, kerusakan terjadi di mana-mana yang dilakukan tentara geriliya.
Lembaga pendidikan, Lembaga kesehatan, bank, jalan, jembatan, pabrik-pabrik,
semua dihancurkan. Para lelaki dibunuh, wanita diperkosa, anak lelaki yang
cukup besar dipaksa kerja menjadi tentara geriliya, menyisakan anak-anak yatim.
Pelajaran mengharukan
yang bisa diambil di sini ketika Kuroyanagi bertemu dengan seorang ibu. Ia
menemukan ada seorang ibu yang mempunyai lima orang anak. Saat diperjalanan ibu
tersebut menemukan lima anak yang menangis karena kehilangan orangtuanya.
Kemudian ibu tersebut membawanya. Dalam
kondisi kekurangan seperti itu, ia dengan ikhlasnya tetap berfikir bahwa mereka
semua adalah anak-anaknya. Sehingga makanan apa pun yang didapat akan dibagi
rata pada kesepuluh anaknya, baik anak kandung atau pun anak yang baru dia
temukan di jalan.
Mudah bagi seorang ibu
berkorban untuk anaknya meskipun ia akan mati kelaparan, tetapi akan sangat
jarang menemukan ibu yang rela memberikan jatah makanan anaknya kepada
anak-anak asing yang bukan darah
dagingnya. Baginya bukan anak “ku” tapi anak “kita
Pemerintahan
mozambik hanya berharap, bahwa mereka
bisa segera memerangi apartheid,
sehingga suatu hari nanti apartheid
akan berakhir dan mereka semua akan bebas.
Note. Hal 305 (berakhinya
politik apartheid di Afrika Selatan tahun 1991 dan kelahiran pemerintahan kulit
hitam di negara itu dengan Nelson Mandela sebagai presiden )
BAB 5: KAMBOJA DAN VIETNAM, 1988 (98-125)
Kunjungan ke Vietnam, dimulai dari ibu kota, Hanoi. Banyak
kolam besar yang terbentuk akbat bom yang dijatuhkan Amerika yang masih
tertinggal di sana. Perang yang
berlangsung selama empat puluh tahun di sana, telah membuat roda perekonomian
mundur lebih dari dua puluh tahun. Pada tahun 1987, berkurangnya persediaan
makanan akibat kekeringan, angin topan, dan hama. Dampak Kebijakan ekonomi Vietnam terbukuti
gagal dan negaranya bangkrut.
Meski begitu, saat
berkunjung ke kota tersebut (1988), terlihat para penduduk sedang melakukan
rekontruksi sekuat tenaga. Merasakan kebebasannya setelah sekian lama merasa
terancam bom.
Dari Hanaoi terbang ke
Phnom Penh, ibu kota Kamboja. Sekitar
73 persen wilayah Kamboja terdiri atas hutan. Di sana lebih dari satu juta
orang menjadi korban dalam pembunuhan missal selama tiga tahun delapan bulan
saat negara ini berada dalam kekuasaan Khmer Merah. Khmer Merah mulai berkuasa
pada tahun 1976, setahun setelah Pol Pot dan para pendukungnya mengambil alih. .
Orang-orang yang pertama di bunuh adalah para ilmuan, guru, dokter, pejabat
tinggi pemerintahan, pendeta, dan actor. Tahun 1986, penduduk kamboja tidak
seimbang. 64 persen perempuan, dan 36 persen pria. Rezim Pol Pot memaksa jutaan
orang meninggalkan rumah, akibatnya banyak kota menjadi mati. Keluarga dan
pasangan dipisahkan, perdagangan ditiadakan, hingga perekonomian kacau
balau. Pendidikan pun ditiadakan, dan
semua peralatan kedokteran, bahkan seluruh rumah sakit yang berjumlah sekitar
delapan ratus, dihancurkan. Rezim itu ingin memusnahkan kebudayaan dan
peradaban Kamboja.
Hanya ada satu-satunya
rumah sakit anak nasional yang saat ini sedang dibangun kembali. Direktur rumah
sakit tersebut menceritakan bahwa, dari lima ratus dokter di Phnom Penh, hanya
32 dokter yang selamat. Tingkat kematian di kamboja sangat tinggi. Anak yang
kondisinya sangat parah dan sulit disembuhkan berbaring di lantai, kolong
tempat tidur, dan lorong-lorong sempit. Karena berada dalam kondisi penuh
keterbatasan, prioritas utama diberikan pada anak yang berkesempatan tinggi
untuk sembuh.
Sembilan ribu tengkorak
(hal. 102, gbr. 103) , tidak ditulis di catatan ini.
Miss Kuroyanagi
mengunjungi salah satu panti asuhan milik negara. Terlihat sekali anak-anak itu kurang kasih sayang orang dewasa. Saat
berkunjung, anak-anak memakai pakaian yang
bagus. Belakangan, Kuroyanagi baru mengetahuai bahwa anak-anak itu tidak
memiliki baju dan harus telanjang hampir setiap saat. Mereka diberikan baju
yang layak hanya untuk menyambut kedatangan Kuroyanagi.
Dari Phnom Phen menuju
kota Ho Chi Minh City (dulu disebut
Saigon, ibu kota Vietnam) di Vietnam. Di kota ini lima puluh persen anak
berusia di bawah lima tuhun menderita kekurangan gizi. Anak-anak sekolah dasar
bersekolah pada malam hari. Hal ini dilakukan karena pada pagi harinya
anak-anak itu bekerja setiap hari untuk membantu perekonomian keluarga, menjaga adik, atau membantu
pekerjaan rumah.
Nguyen Dinh Chien
School untuk anak tuna netra memiliki 81 murid dari seluruh penjuru Vietnam.
Akibat racun perang tentara Amerika, ada
anak perempuan yang dilahirkan tanpa memiliki bola mata. (gbr. hal. 121)
Dampak racun tersebut
juga dapat dilihatnya ketika ia mengunjungi Rumah Sakit Bersalin dan Kandungan.
Dalam seminggu lima bayi dilahirkan dalam kondisi cacat, dan tahun lalu sepuluh
bayi dilahirkan dalam kondisi kembar siam. (gbr. hal. 125)
BAB 6: ANGOLA, 1989 (126-147)
Ibu kota Angola adalah
Luanda, terletak di sebelah utara Afrika Selatan. Di Angola, anak-anak membawa
kursi sendiri ke sekolah. Mereka tidak membawa tas, makanan, dan bertelanjang
kaki (sebagian besar anak tidak mempunyai sepatu untuk dipakai). (gbr. hal. 131)
Rumah sakit militer
dipadati tentara yang kehilangan kaki akibat ranjau darat dan yang lainnya
kehilangan penglihatan akibat serangan mortar. Lima puluh ribu rakyat Angola
kehilangan tangan dan kaki dalam berbagai kecelakan yang melibatkan ranjau darat.
Di sana, Center- proyek
yang dilaksanakan Swedia di Angola begitu membantu. Mereka bekerja keras secara
sukarela membantu membuatkan kaki-kaki palsu bagi rakyat Angola yan terkena
ranjau. Sama seperti di negara-negara sebelumnya di sana pun tidak ada toilet
umum.
Saat melakukan
perjalanan dengan mobil, ia melihat kereta api berhenti di tengah dataran
kosong. Tiga gerbong pertama dibiarkan kosong untuk melindungi gerbong-gerbong
lain dari ranjau darat. Shingga jika melewati ranjau darat, hanya tiga gerbong
di depan yang akan meledak.
Delapan puluh kilometer
dari Banguela, mereka tiba di kamp pengungsian. Pemberontak-pemberontak Angola
mengincar rumah-rumah petani pada musim panen, membunuh para ayah, memperkosa
para istri, mempekerjakan anak-anak usia produktif secara paksa. Jika ada
seorang ibu yang membawa bayi, mereka akan memotong tangan dan kaki bayi itu
dengan golok. Anak-anak kecil diikat dengan tali di pohon, dan memotong tangan
anak-anak itu menggunakan golok. Anak-anak ditinggalkan sampai mati, yang
selamat akan hidup yatim piatu dalam keadaan cacat. (gbr. hal. 141)
BAB 7: Bangladesh, 1990 (148-171)
Bangladesh disebut
negara termiskin di seluruh dunia. Meskipun Bangladesh dikenal sebagai Emas
Bengali, tanahnya yang subur dan hasil panen baik secara konsisten. Sangat
sedikit petani yang memiliki tanah sendiri. Hampir semua hasil panen digunakan
untuk membayar sewa tanah, bahkan mereka tidak mempunyai cukup beras untuk
keluarga. Negara ini telah hancur akibat perang kemerdekaan yang menewaskan
tiga juta orang. (Perang kemerdekaan yang sia-sia)
Dua tahun sebelum
melakukan kunjungan, banjir dahsyat menenggelamkan dua pertiga wilayah Bangladesh
dan mengakibatkan kerugian besar. Ironisnya, banjir yang sama menyuburkan tanah
Bangladesh sehingga sangat cocok untuk pertanian.
Tidak hanya kemiskinan, diskriminasi jender juga terjadi di Bangladesh. Kebanyakan
keluarga hanya akan menyekolahkan anak laki-laki saja. Jika akan melangsungkan
pernikahan, maka pihak perempuan wajib memberikan maskawin yang sepadan untuk
laki-laki. Apabila maskawinnya dianggap tidak sepadan, maka perempuan tersebut
akan mendapatkan penganiayaan dari pihak laki-laki.
Istri tidak diberi
kesempatan untuk keluar rumah.
Ada sebuah bank bernama
Bank Grameen ( Bank Desa ) yang didirikan oleh Dr. M. Yunus yang memberi
pinjaman kepada wanita untuk membantu mereka mandiri. Dari sana juga, para
istri diajari cara berinvestasi, cara menabung dan lain-lain, hingga para istri
dapat mengembangkan kemampuannya dan mengahsilkan pendapatan yang sama bahkan
lebih besar dari pria. Dari sinilah, para wanita mulai menyadari bahwa
pendidikan sangat penting bagi anak. Para suami pun mulai bisa memberi
kebabasan dan izin kepada istri untuk datang ke pertemuan yang rutin
diselenggarakan pihak bank dan melakukan investasi.
Di pemukiman miskin di
pusat kota Dhaka, Komolaphr, sekitar seribu orang ditinggal di sana. Di sana
terlihat genangan air penuh kutu dan lalat yang ditemukan dimana-mana. Gunungan
sampah terdiri dari sampah-sampah kecil dan makanan yang mengeluarkan gas metan
yang baunya sangat busuk. Banyak anak yang kekurangan
gizi dan perutnya membusung. Salah satu anak bahkan fesesnya selalu
mengeluarkan darah.
Di Bangladesh terdapat
rumah sakit diare terbaik di dunia yang menjadi bagian dari Internatinational
Center for Diarrheal Disease Research –Pusat Penelitian Internasional untuk
diare. Salah satu penyebab utama kematian anak adalah diare. Anak-anak meminum air yang tidak higienis. Selain sumur yang
tidak bisa digunakan, bahan-bakar tidak tersedia sehingga kebanyakan orang
harus meminum air tanpa direbus.
Kematian terus berlanjut karena air yang diminum telah terkontaminasi oleh bangkai
yang mengambang bersama dengan kotoran manusia. Terdapat lubang dibagian tengah
setiap tempat tidur anak di rumah sakit itu untuk menyalurkan pembuangan
kotoran ke wadah di bawahnya. (hal. 169 gbr. 168 )
BAB 8 : IRAK, 1991 (172-190)
17 Januari 1991,
Amerika dan Sekutu meluncurkan serangan udara besar-besaran atas Irak. Itulah
awal Perang Teluk Persia. Pusat pembangkit listrik dibom. Perang ini berakhir
sekitar enam minggu kemudian. Para ibu tidak bisa memproduksi ASI untuk bayi
mereka karena rasa ketakutan dan kekurangan gizi. Parahnya, hal pertama yang
menghilang di Irak adalah susu bubuk untuk bayi. Pusat pembangkit listrik hancur, pasokan
listrik berhenti total, akibatnya pompa air berhenti memompa, tak ada air
ledeng, tidak bisa memurnikan air, tidak bisa mengelola sampah, tidak ada
irigasi untuk pertanian, tidak ada pendingin udara di rumah sakit, tidak ada
fasilitas, dan operasi tidak bisa dilakukan.
Sanksi ekonomi yang melarang
ekspor ke Irak terus berlanjut, dan anak-anak selalu yang menjadi korban. (hal
178 - gbr.180)
Sepanjang jalan utama
di Baghdad (ibu kota), tercium bau aneh. Ternyata air pembuangan meluap ke
jalan, dengan feses di dalamnya. Air kotoran itu masuk ke dalam salah satu
rumah warga. Warga yang tinggal di dalam rumah harus tinggal dan tidur di atap
rumah tanpa perabotan. Penduduk mengambil air langsung dari sungai Tigris untuk
diminum tanpa dimasak. Parahnya, air
pembuangan mengalir ke sungai yang sama. Sama seperti di Baghdad, di Basra pun
saluran pembuangannya meluap.
Perjalanan dilanjutkan
menuju Erbil, kota yang terletak di pusat wilayah yang dihuni suku Kurdi. Mereka
tinggal di dalam tenda pengungsian. Mereka sengaja tinggal diperbatasan supaya
bisa mengungsi ke Iran seandainya terjadi serangan dari Saddam Hussein.
Banyak ranjau
diperbatasan Iran-Irak, sisa-sisa peperangan kedua negara. Menurut berita,
orang-orang yang tidak mempunyai alat pendeteksi ranjau darat akan menyuruh
anak yatim piatu untuk berjalan di depan mereka sebagai umpan. (kisah ini belum
diketahui benar atau tidaknya)
BAB 9: ETIOPIA (berdataran tinggi), 1992 (191-214)
Perang saudara yang
berlangsung sampai tiga puluh tahun dan bencana kekeringan yang terjadi
sesudahnya membuat Etiopia menjadi begitu miskin. Etiopia dipenuhi pengungsi.
Dari Addis Ababa (ibu kota) Dolo Odo, desa di wilayah Borena yang dekat dengan
perbatasan Somalia. Setelah perang saudara berakhir di etiopia, pengungsi dari
Somalia mulai berdatangan ke Dolo Odo.
Tak ada sebatang pohon
pun di sana. Tidak ada hujan selama tiga tahun. Lima puluh persen
anak-anak meninggal akibat kelaparan
sebelum mencapai usia lima tahun. Sungai Genae, berjarak sekitar 9,6 kilometer
di sebelah selatan, desa merupakan
perbatasan alami Etiopia dan Somalia. Semua anak begitu kurus hingga tulang
mereka terlihat jelas. Mereka hampir tidak mengenakan apa-apa, sehingga
terlihat jelas tulang iga, panggul, dan tempurung lutut mereka. Melihat mereka
seperti melihat parade kerangka. (gbr. hal.
194)
Penduduk yang
timbangannya kurang dari standar berat badan (normal) akan mendapat jatah makan.
Akan tetapi, apabila timbangan badannya sama atau lebih sedikit saja dari
standar berat badan yang ditentukan, maka ia tidak akan mendapat jatah makan.
Timbangan berupa gantungan kain, dan makanan yang diberikan berupa campuran
tepung dan air sungai yang direbus sampai menjadi bubur encer. Anak-anak tidak
hanya kelaparan makanan,tapi juga lapar akan cinta.
Tidak ada sumur di Dolo
Odo. Air berlumpur yang diminum. Di wilayah utara Tigray juga tidak ada pohon,
selain dataran terbuka. Dulu Ethiopia diselimuti hutan, sekarang hanya tiga
persennya. Tidak ada listrik atau gas, sehingga pohon-pohon habis ditebang.
Sama seperti di Nigeria, Ethiopia memutuskan untuk menambah jumlah pohon untuk
melakukan reboisasi. Pohon yang ditanam adalah pohon khas Ethiopia, Kundo berbere. Pohon itu bisa tumbuh
cepat, tidak butuh banyak air, binatang liar atau piaraan tidak suka rasanya,
dan kayunya sangat keras, sehingga cocok untuk bahan bangunan. Wilayah Tigray
merupakan rumah bagi banyak orang yang menentang rezim diktator presiden
sebelumnya, Mengistu. Karena itulah Tigray terus menerus menjadi sasaran
penyerangan.
Kuroyanagi sempat
mengunjungi Kilisha Imini, tempat yang dulu dibom oleh pemerintahan terdahulu
dalam upaya menghancurkan tentara geriliya yang bermarkas di sana. Satu-satunya
klinik yang ada di sana hancur. Di sana ada sekolah kecil yang jendela dan
langit-langitnya hancur. Tidak ada apa pun temapat itu, hanya ada anak-anak
yang tetap semangat membaca dan sibuk belajar.
BAB 10: SUDAN, 1993 (215-233)
Sudan adalah negara
terbesar di Afrika dengan luas wilayah 2,5 juta kilometer persegi. Sudan
berbatasan dengan Mesir, Eritrea, Etiopia, Kenya, Uganda, Zaire, Repulik Afrika
Tengah, Chad, dan Libia. Tahun 1993, terjadi perang saudara intens, kekeringan,
dan 60 persen populasinya (25 juta orang) harus bergantung pada berbagai
program bantuan luar negeri untuk memperoleh makanan dan kebutuhan dasar lain.
Penduduknya hanya 10 orang per kilogram persegi, dan 30 persen wilayah Sudan,
sepertiganya berupa gurun pasir yang tidak bisa dihuni. Rakyat menghabisakan
pendapatan mereka untuk membeli air dari penjual yang menjajakan dalam tong.
Kebijakan UNICEF untuk
menyediakan air diterapkan secara aktif di Khartoum (ibu kota) dengan menggali
sumur-sumur. Sejak tahun 1991, lebih dari dua ratus sumur digali disekitar
tujuh puluh ribu kamp pengungsian di Jebel Awlia, kota yang letaknya empat
puluh kilometer di selatan Khartoum.
Wilayah kordofan pusat
di Sudan merupakan wilayah yang curah hujannya sangat sedikit, itu pun hanya
terjadi antara bulan Juni dan September. Ketika itu UNICEF sedang menggali
sumur di Caseba, desa yang cukup besar. Selanjutnya Kuroyanagi mengunjungi kota
di wilayah Nil Atas, sebelah selatan Sudan, namanya Nasir. Wilayah itu dikuasai
gerakan antipemerintah yang bernama Sudan People’s Liberation Army (SPLA).
Perang di Sudan adalah perang antara pemerintah dan antipemerintah.
Melalui kerjasama
dengan berbagai badan PBB, seperti World Food Program, UNICEF mengirimkan
persediaan makanan dan obat-obatan ke Sudan sebagai bagian dari operasi yang
dinamai Operation Lifeline Sudan. Sebagian barang diturunkan di Nasir. Juga ada
bantuan berupa biscuit yang dikirim langsung oleh pemerintahan Jepang. Tidak
ada peralatan menulis, apalagi gedung di sana. Tapi anak-anak begitu
menginginkan sekolah.
Di kota Lokichokio,
duta UNICEF itu mengunjungi rumah sakit yang dikelola Palang Merah. Sebagian
pasien menderita luka tembak atau kehilangan kaki ketika menginjak ranjau
darat. Banyak anak –anak yang tertembak di bagian otak, dan bagian kaki yang
pada mengalami kehancuran tulang. Ada juga anak yang luka dibagian kepala,
bukan karena luka tembak. Tapi karena gigitan Hyena. Tidak sedikit anak yang
meninggal karena luka-luka itu didiamkan hingga membusuk
Dulu Sudan kaya akan
warisan budaya, seperti tujuh ratus Piramid Sudan yang dibangun dari 7000 SM-40
M. 11.000 tahun) Di Gurun Meroe, sebelah utara Khartoum, di jalur menuju Mesir,
masih ada sekitar lima puluh pyramid dan reruntuhan istana. Dahulu dikenal
sebagai kerajaan Meroe, kota ini merupakan kota termakmur di Sudan.
BAB 11: RWANDA, 1994 (234-252)
Kigali adalah ibu kota
Rwanda. Tanah Rwanda sangat subur. Dari 7,5 juta penduduk Rwanda, satu juta
diantaranya mati dibantai. Di sebuah gereja di Nyamata, dua ribu mayat tanpa
kepala bertumpukan. Orang-orang dikumpulkan di tempat itu, dibunuh menggunakan
golok, senapan, dan granat tangan. Pembantaian dilakukan empat bulan lalu dan
mayat-mayat dibiarkan begitu saja. Tidak berbeda dengan kondisi gereja katolik
di Gitarama, di pinggiran kota Kagali. Tiga ratus orang yang tadinya berniat
mengungsi malah mati dibunuh, dan sepuluh mayat di dalam gedung ditemukan
dibelakang gereja.
Para pembunuh bukan
tentara gerilya, tapi paman yang membunuh keponakannya, para tetangga, penghuni
rumah sebelah, kepala desa. Orang-orang yang memiliki hubungan baik saling
membunuh. Mereka takut akan pembalasan dendam. Pada akhirnya semua orang saling
membunuh karena ketakutannya pada yang lain. Perang ini merupakan perang
antarkelompok etnis, suku Hutu dan Tutsi. Ketika ada dua orang yang menikah
berbeda etnis, maka salah satunya menjadi korban pembantaian bagi etnis lain
yang berbeda. Dan anak hasil pernikahan keduanya pun akan ikut pula dibantai.
Disebelah kiri gereja
katolik di Giratama, berdiri sebuah panti asuhan. Hampir semua anak melihat
langsung saat orangtua mereka dibantai. Semua anak hidup dalam ketakutan,
kebencian, luka, keadaan mental yang tidak stabil, sebagian cenderung melakukan
kekerasan, sebagian lagi menjadi apatis(masa bodoh) dan kehilangan kemampuan
bicara.
Perjalanan dilanjutkan
ke kamp pengungsi Gikongolo. Disepanjang perjalanan terdapat perkebunan kopi
yang luas dan dibiarkan terbengkalai. Ratusan mayat dikuburkan di perkebunan
itu, dan bau busuknya terasa masih sangat kental. Bau yang sama juga tercium di
hotel tempat Kuroyanagi menginap. Kabarnya, orang-orang dipaksa masuk
berdesakan ke kamar hotel seperti ikan sardine lalu dibantai. Meskipun
dindingnya telah dilapisi wallpaper,
bau amisnya tetap tercium.
Saat berkunjung ke
panti asuhan di kamp Gikongolo, mobil tentara ditempatkan di pintu masuk. Hal
ini merupakan upaya perlindungn dan pencegahan agar tidak terjadi pembantaian
oleh musuh. Di panti asuhan itu, anak-anak yang lebih tua bersedia mengasuh dan
mengurus bayi-bayi yang masih kecil. (gbr.
hal. 240)
BAB 12: HAITI, 1995 (253-272)
Haiti adalah negara
kecil yang terletak di Luat karibia yang indah. Columbus menemukan pulau ini
ketika ia tiba di daratan Amerika. Awalnya dikuasai Spanyol. Spanyol mengusir
penduduk asli dan membawa orang Afrika untuk dijadikan budak. Orang-rang Afrika
inilah nenek moyang penduduk Haiti sekarang. Tahun 1804, Haiti menjadi negara
kulit hitam pertama yang memperoleh kemerdekaan. Sayangnya, sejak merdeka
negara itu dibawah pemerintahan diktator. Rezim autokratis berkuasa hampir
selama empat tahun setelah kudeta militer dan presiden Aristide diasingkan.
Setelah Rezim digulingkan tahun 1995, Presiden Aristide bisa kembali dari
pengasingannya di Amerika Serikat. Setelah itu Haiti menjadi negara bebas dalam
arti sebenar-benarnya. Meski begitu, karena berada dalam kondisi
ketidakstabilan selama bertahun-tahun, Haiti menjadi negara termiskin di
belahan bumi barat. Pengangguran mencapai 80 persen.
Di Port-au-Prince, ibu
kota Haiti, terdapat lima belas perkampungan kumuh. Salah satunya La Saline.
Jalanan terlihat seperti rawa setelah terjadi hujan, banyak genangan air kotor
dan penuh sampah, selokan pembuangan air tidak mengalir karena terhalang
sampah. Banyaknya orang di kota itu membuat tidak ada ruang untuk membangun WC
umum. Ketika tengah malam, anak-anak jalanan banyak yang tidur di depan toko dan
alun-alun kota, berpegangan tangan, dengan bahu bersentuhan, sebagian saling
menindih.
Kebanyakan penduduk di
Haiti tidak memiliki pandangan yang sama tentang pernikahan. Laki-laki dan
perempuan yang memiliki lebih dari satu pasangan, dianggap hal biasa. Perempuan
bekerja untuk membesarkan anak-anak dari ayah yang berbeda. Ketika anak-anak mencapai
umur delapan tahun, mereka akan diusir dari rumah dan dipaksa menghidupi diri
sendiri. Tujuh puluh dua persen pelacur di Haiti telah terinfeksi HIV, virus
AIDS. Para pelacur ini berumur dua belas atau tiga belas tahun. Mereka
melacurkan diri untuk menghidupi keluarganya. Tingkat literasi di Haiti hanya
mencapai 15 persen.
Saat berkunjung ke
Rumah Sakit Universitas Negeri, bangsal anak-anak dipenuhi bayi dan anak-anak. Enam
bayi dalam satu ranjang. Anak-anak dan bayi di sana banyak yang menderita diare,
dehidrasi, kekurangan gizi, keracunan darah, dan tipus. Kuroyanagi pun melihat
bayi yang menderita hydrocephalus (timbunan cairan di otak). Bayi itu dibuang
dan akhirnya dibawa ke rumah sakit. (gbr. hal.
264). Di bangsal bayi prematur, hanya bayi-bayi yang diperkirakan bisa
bertahan hidup yang dimasukkan ke inkubator. Di
Port-au-Prince ada juga tempat penampungan anak yang menampung bayi
mungil yang terinfeksi AIDS.
Kuroyanagi juga sempat
mengunjungi tempat penjara wanita dan anak. Mereka dipenjara tanpa ada
persidangan, tak ada pengacara, tak ada keputusan hukum yang seharusnya. Mereka
bahkan tidak tahu apa kejahatan mereka, dan berapa lama mereka dipenjara.
Ada pepatah yang
mengejutkan di Haiti yang berbunyi, “kalau Ibu tidak mempunyai susu, ambillah
dari Nenek. Dan di sana Kuroyanagi benar-benar melihat pemandangan seperti itu
saat ia diundang ke acara penghargaan di barat laut kota Gros-Morne.
Penghargaan bagi para lima puluh ibu yang menyusui bayi mereka selama enam
bulan dengan ASI. Salah satu diantara mereka ada nenek berambut putih yang masih mempunyai ASI, dan memberikan ASI
tersebut bagi cucunya.
note:
*Kuroyanagi mengadakan
kunjungan ke Presiden dan meminta para wanita dan anak-anak diadili secara hukum
terlebih dahulu sebelum dipenjara.
*Presiden Aristide
berjanji akan memperbaiki tingkat literasi dari 15 menjadi 85 persen, dan
meningkatkan pendidikan.
BAB 13: BOSNIA-HERZEGOVINA, 1996 (273-299)
Saat berjalan-jalan menggunakan
bus dari zegreb (ibu kota Kroasia) menuju Mostar- kota di selatan Bosnia
Herzegovina, kuroyanagi dan yang lainnya ditangkap. Saat mereka menghentikan
bus dan melihat gua. Polisi tiba-tiba datang dan membuat keributan. Para polisi
itu sebenarnya mengincar bus sewaan yang dinaiki olehnya. Berbagai tuduhan
dilontarkan, yang pada akhirnya para polisi itu mengambil dua kaset video yang
masih kosong, beberapa rol film, dan lima ratus mark sebagai bayaran atas
minibus tua mereka sebelum akhirnya dibebaskan. Sementara minibus yang tadi
ditumpanginya telah diambil oleh para polisi tersebut.
Insiden itu pun
akhirnya dilaporkan UNICEF kepada Interpol. Mentri Luar Negeri dan Mentri Dalam
Negeri Kroasia dituntut untuk menyatakan permintaan maaf.
Sampai di kota Mostar, mereka
mengunjungi Sekolah Dasar Zelik. Sebelum perang, sekolah ini memiliki berbagai
mata pelajaran yang sangat modern dalam kurikulumnya. Sekolah ini bahkan telah
menggunakan computer. Tapi sekarang para murid hanya menggunakan buku catatan
dan pensil.
Setelah tiba di
Sarajevo, Kuroyanagi berpartisipasi dalam program radio lokal. Keseluruhan
acara ini disiarkan oleh anak-anak dan sangat terkenal. Penyiar dan
pewawancaranya adalah anak-anak.
28 Juni 1914 Archduke
Ferdinand, putra mahkota Austria, dan istrinya dibunuh oleh pemuda Serbia di
Sarajevo hingga memicu pecahnya PD I.
Menurut survey UNICEF
tahun 1993, 97 persen anak-anak di Sarajevo pernah mengalami serangan granat secara
langsung, 29 persen merasakan kesedihan, dan 20 persen mengalami mimpi buruk
secara teratur.
Ketika Kuroyanagi
berkunjung ke panti Asuhan di Zenica atau pun kelas menggambar di sebuah taman
kanak-kanak, ia melihat banyak anak yang menggambar secara tidak biasa.
Anak-anak terluka secara mental dan ingin melarikan diri dari diri mereka
sendiri.
Ranjau darat bertebaran
di mana-mana. Anak-anak yang seharusnya belajar mengenai pelajaran sekolah,
malah dihadapkan dengan pembelajaran-pembelajaran mengenai ranjau darat itu. Diperlihatkan
lewat foto dan video, bagaimana bentuknya, jenisnya dan pengalaman mereka saat
menemukan ranjau. Banyak ranjau darat yang berbentuk es krim, coklat, boneka juga benda lain yang
disukai anak, dan pada akhirnya anak-anaklah yang terkena dan tewas.
Daftar Pustaka:
Kuroyanagi, tetsuko.
(2012). Totto-chan’s Children – A
Goodwill Journey to the Children of the World, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Jumlah hal: 332 hal.