Pagi tadi, saya dikunjung seorang sahabat di TK. Senangnya dapat kunjungan, walaupun hanya sekedar mengambil proposal.
--cerita lain_
bersama sahabat
Siang itu langit masih cerah. Subhanallah. Maka segera saya
sms seseorang, “Hari ini jadi, ya!”
Namun, cerah itu hanya sesaat. Hujan seperti tumpah ruah ke
bangunan sekolah. Besar sekali.
Hingga waktu meluncur dengan cepatnya, sore.
Ingin sekali mengsms nya, memastikan jadi atau tidak. Tapi
segera kutahan. Tunggu sebentar lagi, mungkin akan reda. Sayangnya, bukan reda,
malah tambah deras.
Ingin sekali membatalkan janji hari itu. Bukan karena tak mau
datang, tapi hujan hari itu, benar-benar mengkhawatirkan. Apa dia akan
baik-baik saja jika pergi di tengah hujan deras? Apa aku juga akan tahan
menggigil di motor, memaksakan diri untuk pergi?
Aku mulai mengetik pesan untuknya, “Hari ini hujannya besar,
ya? Udah berangkat atau belum?
” Sudah di Mesjid Agung, An,” bunyi sms nya mantap.
Sontak aku berdiri. Segera membereskan barang-barang, dan
meluncur ke Mesjid Agung. Hujan memang, tidak apa lah, sudah lumayan reda. Dan
ada jas hujan, itu yang paling penting. Khawatir takut ia menunggu lama.
Hujan rupanya tidak membuat jalanan menjadi macet. Motorku
sampai lebih cepat.
Dalam keadaan menggigil, aku memarkirkan motor, melepas jas hujan,
dan berjalan ke arah mesjid. Aku melihat sosoknya dari kejauhan. Wajahnya teduh
memandangku. Seulas senyum, kutangkap dari wajahnya.
“Maaf ya, rempong!” kataku padanya.
Ia tersenyum dan mengatakan, “Tetep Kece. Sini saya pegangin.
Helmnya titip di sana aja,” sambil menunjuk tempat penitipan sepatu dan sandal.
Aku mengikuti sarannya.
Hanya satu tas yang tidak aku simpan. Tas penuh berisi
kalender.
“Tau nggak, kalender ini baru saja bertambah kemarin.
Inalillahi!”
Ditambahin berapa?
Tanyanya penasaran.
Delapan, dan deadline nya sekitar tanggal 15/16. Setelah itu,
selesai. Bisa nggak ya?” tanyaku sembari menatapnya.
“Bisa, yu kita cobain sekarang?”
Pada akhirnya, aku dan gadis itu berkeliling menjual
kalender. Meski dengan perasaan campur
aduk. Antara canggung, takut, malu, dan etah apa lagi.
Ada hal-hal menarik yang kami temui di sana. Di saat kami
menjual, di saat yang sama pula kami melihat seorang ibu berjualan koreka api.
“Katanya harga korek itu Rp 2.000,00. Murah mahal?” tanya gadis manis yang saat itu ada di sampingku.
“Mahal. Tapi, beli aja yu!”
“Yu.” Jawabnya singkat.
Hal yang kupikirkan ketika membeli korek itu bukanlah korek
yang ada dihadapanku. Tapi cerita lain, tentang Bapak Penjual Amplop yang selalu
menjual amplop- amplopnya dengan harga murah di Mesjid Salman ITB.
Banyak orang membeli sesuatu karena memang ia benar-benar
membutuhkannya. Tapi tidak ada salahnya, kita membeli sesuatu bukan karena
kita membutuhkan, tapi karena kita tulus ingin membeli. Bukan untuk kita, tapi
untuknya.
Dan wanita itu tetap semangat menjual korek-koreknya sampai
sore hari, berkeliling-keliling ke jalan.
.
Aku dan kawanku saling pandang, saling tatap,
kemudian tertawa.
“Ibu itu aja semangat, jangan kalah Vin,,,,” kataku padanya.
“Kalau kita ngga semangat, inget aja teteh yang di PUSDAI.
Bisa kita contoh,,”jawabnya sambil tertawa. Aku mengangguk mengiyakan.
Dan betapa banyak kejadian lucu yang kami alami. Sambil
jualan sambil keliling toko, melihat-lihat baju, “ada ya,,,jualan
begini,heehe.” Kami juga melihat suara pengamen tradisional yang mengamen
dengan gendang-gendangnya di pinggir jalan, memakai pakaian daerah, seragaan
pula. Keren! Juga merasakan kembali, berjualan
ke sembarang orang.
Hingga waktu berlalu, maghrib berkumandang dengan merdunya.
“Subhanallah, akhirnya. Hari ini lumayan banyak, Vin. Sebelum
tanggal 15.”
---
Ada hal lain yang saya pikirkan, hakikatnya bukan kalender
ini yang di jual. Tapi usaha kita dalam mengemban amanah. Sebaik-baiknya orang
adalah yang member manfaat.
Selain bisa bersilaturahmi dengan banyak orang, merasakan
bagaimana penolakan orang ketika ditawari kalender, atau bahagia tiada tara
karena ternyata mereka menyukai dan bersedia membeli kalender yang kita
tawarkan, kita juga bisa ikut berpartisipasi membantu pengumpulan dana lewat
kalender.
Ah, pada akhirnya acara diakhiri setelah maghrib.. Aku membuka
tasku.
“Eh, ternyata ani ada minum. Ada makanan juga. Ini tadi
dikasih dari TK,” kataku padanya.
“Dasar guru TK.”
Aku nyengir menanggapi ucapannya, “Hehe. Mari kita makan ini sebelum
pulang.”
---